JAKARTA, iNews.id - Berdasarkan studi baru-baru ini tentang peristiwa geologis kuno bahwa planet bumi memiliki 'detak jantung' aktivitas geologis yang lambat, dan stabil setiap 27,5 juta tahun sekali dan bisa menyebabkan kepunahan massal.
Denyut peristiwa geologis yang terkumpul ini termasuk aktivitas gunung berapi, kepunahan massal, reorganisasi lempeng, kenaikan permukaan laut, dan siklus pasang surut bencana selama 27,5 juta tahun.
Untungnya, tim peneliti mencatat bahwa bumi memiliki waktu 20 juta tahun lagi sebelum aktivitas geologis tersebut kembali berdenyut.
“Banyak ahli percaya bahwa peristiwa geologis terjadi secara acak tapi penelitian kami memberikan bukti bahwa peristiwa geologis ini berkorelasi dan tidak acak,” kata Michael Rampino, ahli geologi Universitas New York yang dikutip Science Alert, Minggu (27/3/2022).
Tim melakukan analisis pada usia 89 peristiwa geologis yang dipahami dengan baik dari 260 juta tahun terakhir. Dengan lebih dari delapan peristiwa yang mengubah dunia, dalam rentang waktu yang secara geologis kecil, membentuk 'denyut nadi' bencana.
Peristiwa ini termasuk waktu kepunahan laut dan non-laut, peristiwa anoksik laut besar, letusan basal banjir kontinental, fluktuasi permukaan laut, denyut global magmatisme intraplate, dan waktu perubahan tingkat penyebaran dasar laut dan reorganisasi lempeng.
"Hasil kami menunjukkan bahwa peristiwa geologis global umumnya berkorelasi. Tampaknya datang dalam denyut nadi dengan siklus sekitar 27,5 juta tahun yang mendasarinya," katanya.
Ahli geologi telah menyelidiki siklus potensial dalam peristiwa geologi untuk waktu yang lama. Kembali pada tahun 1920-an dan 30-an.
Para ilmuwan pada zaman itu telah menyarankan bahwa catatan geologis memiliki siklus 30 juta tahun. Sementara pada tahun 1980-an dan 90-an para peneliti menggunakan tanggal terbaik peristiwa geologis pada saat itu untuk memberi mereka kisaran panjang antara 'pulsa' 26,2 hingga 30,6 juta tahun.
Sebuah studi yang diterbitkan pada akhir 2020 oleh penulis yang sama menyarankan bahwa tanda 27,5 juta tahun ini adalah saat kepunahan massal terjadi.
Ahli geologi tektonik dari University of Adelaide, Alan Collins menjelaskan bahwa dalam studi terbaru ini, banyak peristiwa yang dilihat tim adalah kausal, artinya yang satu secara langsung menyebabkan yang lain.
Tetapi jika Bumi benar-benar memiliki 'detak jantung' geologis, itu mungkin karena ada sesuatu yang menggerakannya di dalam Bumi.
"Denyut siklus tektonik dan perubahan iklim ini mungkin merupakan hasil dari proses geofisika yang terkait dengan dinamika lempeng tektonik dan lapisan mantel bumi," katanya.
Bisa juga, denyut tektonik itu disebabkan oleh siklus astronomi yang terkait dengan gerakan Bumi di Tata Surya dan Galaksi.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait