DOMPU, iNews.id - Dugaan sikap otoriter dalam mengambil keputusan atau kebijakan tanpa mengedepankan aturan, diperlihatkan oleh salah satu lembaga negara (Yudikatif) di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kasus ini menimpa Suciyanti, seorang Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) atau tenaga kontrak di Kantor Kejaksaan Negeri Dompu NTB, yang diputuskan kontrak kerjanya secara paksa.
Suci dikeluarkan dari pekerjaannya, menjadi staf di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kajari Dompu, saat tengah cuti hamil dan mau melahirkan pada Januari 2023 lalu.
Anehnya, pemecatan tersebut dilakukan hanya secara lisan oleh Kejari Dompu, yang disampaikan secara tegas oleh Kepala Urusan Tata Usaha Kejaksaan setempat, tanpa melalui surat resmi.
Hingga kini, tak sehelai kertas atau surat yang ia terima sebagai bukti sebagai pemberhentian kerja. Namun apalah kekuatannya, sebagai pramubakti 5hanya bisa pasrah dengan kebijakan petinggi di Kantor Kejaksaan tersebut.
"Sekitar awal Januari 2023, saat itu saya minta ijin melahirkan, namun Pak Kepala Kejaksaan Negeri Dompu tidak mengijinkannya. Lalu dihadapan pegawai lain saat rapat, ia (Kejari red) mengatakan, sebentar lagi mbak Suci melahirkan dan akan purna," ungkap Suci pada media ini Minggu (18/6/2023), mengutip penyampaian atasannya saat itu.
Lanjutnya, sebagai PPNPN yang diangkat berdasarkan metode seleksi terbuka sejak tahun 2021, sepintas akan kesalahan yang diperbuat sehingga dirinya diberhentikan dari pekerjaannya.
Sebab, jika merujuk pada Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 81 I/SEK/SK/VIII/2021 tentang pengelolaan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya, tentu pemberhentian PPNP harus memiliki dasar.
"Satu kali pun saya tidak pernah mendapat teguran atau surat peringatan (SP), apalagi SP ketiga. Karena memang saya tidak pernah melakukan kesalahan. Tiba-tiba saya dinerhentikan saat cuti hamil, hanya dinilai saya tidak mampu lagi bekerja setelah melahirkan," tuturnya
Didalam aturan pemberhentian, PPNPN dapat diberhentikan jika mengajukan permohonan pengunduran diri, mendapatkan surat peringatan ketiga pada tahun berjalan, dan juga melanggar larangan.
Sementara berbicara Hak dan Kewajiban, PPNPN dapat diberikan cuti paling banyak 12 hari
per tahun dengan persetujuan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selain itu, PPNPN
dapat diberikan cuti melahirkan paling banyak 3 bulan.
"Mengingat kebutuhan ekonomi pasca melahirkan cukup tinggi, saat itu saya berharap tidak dikeluarkan sebelum habis masa kontrak," sesalnya.
Dengan honorarium Rp2,1 juta yang biasa diterima per bulannya dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (Dipa) yang dianggarkan melalui APBN, Suci berpikir dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya saat itu.
Ditanya soal keinginannya untuk kembali bekerja di Kejaksaan Negeri Dompu, Suci beralibi akan siap bekerja dengan baik jika dirinya dipercaya lagi. "Tapi semasih Kejari ini menjabat, saya tidak mau mas," tutupnya
Menanggapi hal tersebut, Kaur TU Kajari Dompu, Endah Purwanti menjelaskan jika PPNPN atas nama Suciyanti telah usai masa kontraknya sehingga tak dapat lagi diperpanjang.
"Semua PPNPN, SK kontraknya per 1 Januari hingga 31 Desember. Jadi kebijakan pimpinan saat itu berdasarkan hasil penilaian kinerja, Suci diberhentikan. Bukan karena ia cuti melahirkan, tapi telah habis masa kontraknya," jelas Kaur TU Kajari Dompu, saat dikonfirmasi Senin (19/6/2023).
Editor : Edy Irawan
Artikel Terkait