DOMPU, iNews.id - Suciyanti, seorang Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) yang sempat viral akibat dikeluarkan tanpa surat pemberhentian oleh Kejaksaan Negeri Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), akhirnya melaporkan secara terbuka ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, serta Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.
Saat ini, Suci bergerilya melayangkan laporan pengaduan di sejumlah tempat, lantaran sejak ia diberhentikan dari pekerjaannya di Kejaksaan Negeri Dompu pada Januari 2023 lalu, belum ada kepuasaan jawaban dari Kejari Dompu, Kejaksaan Negeri Tinggi (Kejati) NTB maupun Kejagung, atas keputusan pemberhentian kerja yang dianggap sepihak.
Menurut Suci, selama masuk kerja di Kantor Kejari Dompu pada September 2021 lalu melalui seleksi resmi sebagai pegawai kontrak atau PPNPN, dirinya merasa tak pernah melakukan kesalahan.
Anehnya lagi, Kejari Dompu tak pernah memperlihatkan SK kepada PPNPN yang telah lulus seleksi pada saat itu. Hingga diberhentikan, Suci mengakui tak pernah memegang SK nya sebagai tanda ia telah lulus dari seleksi PPNPN yang akan ditempatkan di Kejari Dompu.
Berikut laporan korban (Suciyanti) seorang PPNPN Kejari Dompu, NTB yang diduga dikeluarkan secara sepihak oleh Kejari Dompu.
Nama Pelapor: Suciyanti// Usia: 25 tahun// No. Telp: 082339185xxx// Alamat: Jln A. Yani Nomor 10, Kelurahan Dorotangga- Dompu-NTB
Permasalahan :
Saya status sebelumnya adalah Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) pada Kantor Kejaksaan Negeri Dompu dari hasil serangkaian tes seleksi pada bulan Agustus 2021 yang telah dinyatakan lolos seleksi menyisihkan belasan peserta lain dan mulai bekerja pd bulan September 2021 dengan SK pengangkatan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Dompu.
Setelah memiliki pekerjaan tersebut saya menikah resmi hingga saya mengandung anak pertama. Namun selama hamil tetap bekerja seperti biasa tanpa ada masalah dengan pekerjaan saya hingga beberapa bulan sebelum melahirkan, saya sudah mendengar kabar dari beberapa orang yang ada di kantor bahwa saya setelah melahirkan tidak boleh bekerja lagi.
Kemudian menjelang HPL (Hari Perkiraan Lahir) di awal tahun 2023 tepatnya tgl 6 Januari 2023, secara tiba-tiba kepada saya dikatakan dengan lisan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Dompu dihadapan orang banyak (Pegawai/PPNPN Kejari Dompu) dan tanpa ada surat pemberitahuan sebelumnya maupun Surat Keputusan pemberhentiannya dengan alasan yang dikatakan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Dompu yaitu "mengingat saya akan melahirkan akan purna".
Semua orang yang mengikuti rapat awal tahun di aula kantor Kejaksaan Negeri Dompu kaget mendengarnya dan sangat mengetahui peristiwa tersebut, karena memang pernyataan Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri Dompu) kepada saya disampaikan ditempat yang semua orang bisa mendengar dengan jelas dan tidak ada satupun yang berani berkomentar termasuk saya karena yang berkata adalah pimpinan kantor Kejari Dompu sendiri.
Kemudian pernyataan Kajari tersebut dikuatkan lagi dengan pernyataan dari pejabat bagian administrasi kepegawaian dan staf pada Kejari Dompu di keesokan harinya.
Padahal sebelumnya saya berencana mau mengajukan cuti atau meminta izin kepada Kepala Kejaksaan Negeri Dompu terkait waktu HPL saya yang sudah sangat mendesak untuk melahirkan.
Saat itu juga saya ingin menanyakan cara mengajukan izin melahirkan dan akhirnya disaat saya kembali mau mengajukan ijin/cuti melahirkan, tiba-tiba oleh Pimpinan (Kajari Dompu) memberitahukan melalui perwakilan pejabat bagian administrasi kepegawaian dan staf pada Kejari Dompu bahwa setelah melahirkan saya tidak boleh lagi bekerja di Kantor Kejaksaan Negeri Dompu.
Dengan sangat kaget, terkejut, kecewa, bingung, sedih, malu dan terpukul batin, akhirnya saya pasrah tidak tahu harus berbuat apa terkait pemberhentian menjelang saya melahirkan dan diposisi saya juga orang yang lemah (rendah) tak berdaya mendengar keputusan lisan sepihak dari Pimpinan kantor (Kepala Kejaksaan Negeri Dompu) itu.
Saya benar-benar sangat tak berdaya untuk berbuat sesuatu atau memohon pertimbangan kebijakan Pimpinan atas keputusan pemberhentian sepihak dari Kajari yang sudah final tersebut, mengingat sebelumnya juga sudah ada beberapa rekan kerja yg seangkatan test (PPNPN) yang diberhentikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Dompu.
Saya dengan kondisi pikiran, hati berbeban dan batin yang terguncang, porak poranda dalam keadaan hamil tua pun terpaksa harus fokus pada situasi bagaimana membiayai kelahiran dan mengurus/merawat bayi yg akan lahir.
Sungguh secara lahir bathin saya, suami dan janin yang saya kandung saat itu merasa sangat terpukul, sedih dan tertekan atas beban peristiwa pemberhentian yang harus saya hadapi, namun saya berusaha tabah untuk menjalaninya walau tiada yang membela karena keterbatasan sebagai perempuan biasa.
Setelah melahirkan dan beberapa minggu tidak bekerja, kembali saya mendapat tekanan psikis lagi yaitu dari lingkungan tempat tinggal, tetangga dan kerabat saya yang selalu bertanya kepada saya mengapa tidak masuk kerja setelah melahirkan?
Menurut mereka bukankah saat ini sedang membutuhkan biaya utk pemulihan pasca melahirkan, biaya merawat bayi yang baru dilahirkan dan biaya keperluan hidup lainnya.
Dengan berbeban hati dan perasaan saya hanya menjawab belum bisa masuk kerja, saya masih perlu banyak istirahat pasca melahirkan dan fokus mengurus anak/bayi.
Apa daya tak kuasa selamanya saya bisa menutupi keadaan yang sesungguhnya, menjadi beban moral bagi diri saya, juga keluarga karena saya selalu menutupi keadaan yang sesungguhnya atas status pekerjaan, bahwa saya sudah diberhentikan sepihak oleh Kepala Kejaksaan Negeri Dompu itu.
Namun karena banyak orang-orang yang peduli terhadap keadaan yang memprihatinkan pada diri saya, akhirnya mereka mengetahui bahwa saya diberhentikan bekerja di Kejaksaan Negeri Dompu secara sepihak karena hamil dan melahirkan anak.
Kemudian beberapa waktu berjalan tiba-tiba muncul berita bahwa saya dipecat oleh Kajari Dompu karena hamil dan melahirkan. Saat itu ada salah satu pegawai kantor Kejaksaan Dompu yang menelpon saya menanyakan apakah saya telah melaporkan peristiwa kejadian penghentian diri saya bekerja di Kejari Dompu itu kepada kantor pusat Kejaksaan sehingga muncul berita?
Saya jelaskan bahwa saya sama sekali tidak pernah ada niat atau melakukan sesuatu untuk melaporkan peristiwa duka pemberhentian bekerja yg saya alami kepada siapapun, bahkan saya cenderung menutupinya, hanya saja ketika tetangga dan kerabat yang selalu bertanya mendesak ke saya mengapa tidak bekerja lagi di Kejaksaan?
Saya dengan terpaksa menjawab bahwa saya sudah di berhentikan dengan alasan hamil dan melahirkan seperti yg saya alami langsung saat itu.
Kemudian pegawai Kejaksaan tersebut meminta kepada saya agar agar membuat surat pernyataan yang intinya bahwa yang melaporkan peristiwa pemberhentian itu kepada kantor pusat juga bukan-lah dari saya, dan mengenai isu pemberitaan pemberhentian dengan alasan hamil dan melahirkan itu sendiri adalah tidak benar.
Dalam hal ini kembali saya merasa sangat diintimidasi oleh pejabat Pimpinan Kejaksaan Dompu melalui utusan pegawainya pada lembaga Kejaksaan Negeri Dompu serta anggotanya tersebut.
Selanjutnya, beberapa hari kemudian kembali diberitakan dimedia oleh pihak Pejabat Kejaksaan Negeri Dompu, bahwa saya diberhentikan karena telah habis masa kontrak dan saya dinyatakan banyak melakukan kesalahan serta sering mendapatkan teguran secara lisan dari atasan saya. Padahal sesungguhnya selama saya bekerja tidak pernah melakukan kesalahan maupun mendapatkan teguran secara lisan ataupun melalui surat peringatan.
Alasan ini sangat berbeda dengan alasan yang saya alami sendiri, ketika saya di berhentikan sepihak yaitu secara lisan oleh Kepala Kejaksaan Negeri, terlebih mengatakan dihadapan banyak orang/pegawai bahwa saya setelah melahirkan akan purna.
Sebagai orang kecil, pekerjaan tersebut merupakan satu-satunya mata pencaharian saya guna memenuhi kebutuhan keluarga serta untuk keperluan anak pertama saya yang saat itu akan lahir dan kini sdh lahir.
Karena pemberitaan di media dari pihak Kejaksaan Negeri Dompu tersebut saya kembali mendapatkan tekanan psikis merasa malu, terpukul, direndahkan dan difitnah oleh pihak Kejaksaan seolah-olah saya ini pegawai yang bermasalah, sering kena teguran sehingga harus diberhentikan dengan cara tidak diperpanjang, padahal kenyataanya itu semua tidak demikian.
Apakah saya sebagai perempuan yang bekerja di Kejaksaan, salah jika saya telah menikah resmi dan mengandung anak ?
Apakah saya sebagai perempuan yang bekerja di Kejaksaan harus kehilangan pekerjaan yang saya dapatkan dengan jerih payah melalui test hanya karena saya menikah, hamil dan melahirkan. Dengan sewenang-wenang diberhentikan begitu saja oleh Pimpinan Kejaksaan, padahal di aturan internal Kejaksaan tidak diatur hal demikian?
Apakah status pekerjaan saya yang sudah diberhentikan sepihak tanpa surat apapun, harus tetap tunduk dan selalu mengalah dan tidak boleh mendapat perlindungan dari intimidasi pejabat Kajari Dompu yg sedang berkuasa saat ini dengan segala kewenangannya?
Apakah saya sebagai perempuan yang telah kehilangan pekerjaan di Kejaksaan karena hamil dan melahirkan boleh begitu saja difitnah di ruang publik melalui media online oleh pihak Kejaksaan Dompu, dengan merekayasa keadaan yang bukan fakta sebenarnya hingga saya mengalami tekanan psikis, mental, dipermalukan, dikucilkan, direndahkan, ditekan seperti tidak dianggap dan lainnya?
Bagaimana status saya sebagai seorang perempuan yang lemah dihadapan penguasa (Kajari) diperlakukan demikian, apakah tidak ada perlindungan bagi diri saya dari Pemerintah/Negara ? Atau adakah langkah yg harus saya tempuh agar terlepas dari itu semua dan mendapat keadilan.
Dalam keadaan seperti yang saya alami sebagai perempuan saat ini hanya bisa memohon perlindungan, petunjuk dan arahan atas diri saya kepada Negara, Pemerintah melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan, awalnya saya mencoba memulai ke Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kabupaten Dompu, namun didalam pikiran saya pasti tidak akan ditanggapi karena Dinas DP3A Kabupaten Dompu yang ada, pasti juga tidak akan berdaya dengan kekuasaan Kajari Dompu, yang dapat sewaktu-waktu mengintervensi serta menekan laporan saya ke DP3A tersebut agar tidak perlu ditindaklanjuti.
Harapan saya kiranya Allah memberikan jalan yg terbaik untuk penyelesaian masalah yang saya alami ini melalui bantuan dan campurtangan dari pihak Kementrian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan anak RI serta Komnas Perempuan.
Demikianlah laporan ini saya sampaikan semoga saya benar-benar mendapatkan perlindungan dari negara melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI l serta Komnas Perempuan.
Pada pemberitaan sebelumnya, Kaur TU Kajari Dompu, Endah Purwanti pernah menjelaskan, jika PPNPN atas nama Suciyanti telah usai masa kontraknya sehingga tak dapat lagi diperpanjang.
"Semua PPNPN, SK kontraknya per 1 Januari hingga 31 Desember. Jadi kebijakan pimpinan saat itu berdasarkan hasil penilaian kinerja, Suci diberhentikan. Bukan karena ia cuti melahirkan, tapi telah habis masa kontraknya," jelas Kaur TU Kajari Dompu, saat dikonfirmasi saat itu.
Editor : Edy Irawan
Artikel Terkait