Menanggapi hal itu, Al Imran justeru tak gentar menghadapi keinginan Pemerintah Kota Bima untuk melaporkan dirinya ke Mapolda NTB. Ia menganggap, bahwa laporan Pemkot Bima yang dimaksud tidak menjadi polemik atau fitnah yang berkelanjutan.
"Pada prinsipnya saya siap dan sambut baik atas niat Pemkot Bima untuk melaporkan saya ke Polda NTB supaya tidak terjadi fitnah. Fitnah yang dimaksud adalah bahwa saya telah menggunakan RAB palsu sebagai bahan laporan penggunaan dana Covid ke KPK RI. Nantikan bisa diuji dalam proses penyelidikan Polisi," jawabnya.
Imran meyakini, RAB yang dipegangnya merupakan asli sesuai pernah dijelaskan oleh Pemerintah Kota Bima melalui Humas Protokoler. Tak hanya itu, RAB tersebut telah ditandatangani dan stempel oleh Wali Kota Bima.
"Apa iya saya berani memalsukan RAB dengan total anggaran Rp 28 miliar lebih. Untuk itu, silahkan saja Pemerintah Kota Bima melaporkan saya secara pidana. Tapi jika sebaliknya kalau tidak ada tindak pidana atas laporan Pemkot Bima, tentu akan mencoreng nama Pemerintah itu sendiri," terangnya.
Sebelumnya, Advocat Bima Al Imran melaporkan Pemerintah Kota Bima ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia terkait Penggunaan anggaran kegiatan Pencegahan dan Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bima Tahun 2020.
Dalam laporan yang telah diregistrasi oleh KPK, Al Imran membeberkan bahwa anggaran Rp 28 miliar lebih, terjadi tindak pidana korupsi. Disisi lain, penggunaan anggaran tersebut digunakan selama kurun waktu 5 bulan, mulai bulan April, Mei, Juni, Juli dan Agustus tahun 2020 untuk pengadaan APD, obat obatan, alkes, honorarium, dan sejumlah item lainnya.
Sontak, melihat data RAB yang dilayangkan Al Imran ke KPK, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Bima, Nurzaitun membantah keras, jika data tersebut merupakan data RAB palsu yang sangat jauh beda dengan data RAB aslinya.
Zaitun menjelaskan, dalam pembelian barang kebutuhan Covid-19 berpedoman pada RAB yang dibuatkan oleh Tim Covid-19. Begitu pula untuk penggunakan uang negara terkait kebutuhan Covid-19, maka berdasarkan proposal yang masuk dari setiap OPD (Organisasi Perangkat Daerah) masing-masing dan harus mendapatkan rekom dari Bappeda, Inspektorat dan Pihak Kejaksaan Negeri Bima.
Dalam situasi Pandemi Covid-19, harga-harga kebutuhan Covid-19 sangat Fluktuatif sehingga harus menyesuaikan harga pasar yang ada. Dalam hal ini, RAB penggunaan Covid dapat berubah-rubah sehingga RAB pertama akan gugur setelah muncul RAB kedua dan RAB kedua akan batal jika muncul RAB ketiga, begitupun seterusnya.
Editor : Edy Irawan