Lanjutnya, sebagai PPNPN yang diangkat berdasarkan metode seleksi terbuka sejak tahun 2021, sepintas akan kesalahan yang diperbuat sehingga dirinya diberhentikan dari pekerjaannya.
Sebab, jika merujuk pada Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 81 I/SEK/SK/VIII/2021 tentang pengelolaan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya, tentu pemberhentian PPNP harus memiliki dasar.
"Satu kali pun saya tidak pernah mendapat teguran atau surat peringatan (SP), apalagi SP ketiga. Karena memang saya tidak pernah melakukan kesalahan. Tiba-tiba saya dinerhentikan saat cuti hamil, hanya dinilai saya tidak mampu lagi bekerja setelah melahirkan," tuturnya
Didalam aturan pemberhentian, PPNPN dapat diberhentikan jika mengajukan permohonan pengunduran diri, mendapatkan surat peringatan ketiga pada tahun berjalan, dan juga melanggar larangan.
Sementara berbicara Hak dan Kewajiban, PPNPN dapat diberikan cuti paling banyak 12 hari
per tahun dengan persetujuan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selain itu, PPNPN
dapat diberikan cuti melahirkan paling banyak 3 bulan.
"Mengingat kebutuhan ekonomi pasca melahirkan cukup tinggi, saat itu saya berharap tidak dikeluarkan sebelum habis masa kontrak," sesalnya.
Dengan honorarium Rp2,1 juta yang biasa diterima per bulannya dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (Dipa) yang dianggarkan melalui APBN, Suci berpikir dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya saat itu.
Editor : Edy Irawan
Artikel Terkait