Kemudian beberapa waktu berjalan tiba-tiba muncul berita bahwa saya dipecat oleh Kajari Dompu karena hamil dan melahirkan. Saat itu ada salah satu pegawai kantor Kejaksaan Dompu yang menelpon saya menanyakan apakah saya telah melaporkan peristiwa kejadian penghentian diri saya bekerja di Kejari Dompu itu kepada kantor pusat Kejaksaan sehingga muncul berita?
Saya jelaskan bahwa saya sama sekali tidak pernah ada niat atau melakukan sesuatu untuk melaporkan peristiwa duka pemberhentian bekerja yg saya alami kepada siapapun, bahkan saya cenderung menutupinya, hanya saja ketika tetangga dan kerabat yang selalu bertanya mendesak ke saya mengapa tidak bekerja lagi di Kejaksaan?
Saya dengan terpaksa menjawab bahwa saya sudah di berhentikan dengan alasan hamil dan melahirkan seperti yg saya alami langsung saat itu.
Kemudian pegawai Kejaksaan tersebut meminta kepada saya agar agar membuat surat pernyataan yang intinya bahwa yang melaporkan peristiwa pemberhentian itu kepada kantor pusat juga bukan-lah dari saya, dan mengenai isu pemberitaan pemberhentian dengan alasan hamil dan melahirkan itu sendiri adalah tidak benar.
Dalam hal ini kembali saya merasa sangat diintimidasi oleh pejabat Pimpinan Kejaksaan Dompu melalui utusan pegawainya pada lembaga Kejaksaan Negeri Dompu serta anggotanya tersebut.
Selanjutnya, beberapa hari kemudian kembali diberitakan dimedia oleh pihak Pejabat Kejaksaan Negeri Dompu, bahwa saya diberhentikan karena telah habis masa kontrak dan saya dinyatakan banyak melakukan kesalahan serta sering mendapatkan teguran secara lisan dari atasan saya. Padahal sesungguhnya selama saya bekerja tidak pernah melakukan kesalahan maupun mendapatkan teguran secara lisan ataupun melalui surat peringatan.
Alasan ini sangat berbeda dengan alasan yang saya alami sendiri, ketika saya di berhentikan sepihak yaitu secara lisan oleh Kepala Kejaksaan Negeri, terlebih mengatakan dihadapan banyak orang/pegawai bahwa saya setelah melahirkan akan purna.
Sebagai orang kecil, pekerjaan tersebut merupakan satu-satunya mata pencaharian saya guna memenuhi kebutuhan keluarga serta untuk keperluan anak pertama saya yang saat itu akan lahir dan kini sdh lahir.
Karena pemberitaan di media dari pihak Kejaksaan Negeri Dompu tersebut saya kembali mendapatkan tekanan psikis merasa malu, terpukul, direndahkan dan difitnah oleh pihak Kejaksaan seolah-olah saya ini pegawai yang bermasalah, sering kena teguran sehingga harus diberhentikan dengan cara tidak diperpanjang, padahal kenyataanya itu semua tidak demikian.
Apakah saya sebagai perempuan yang bekerja di Kejaksaan, salah jika saya telah menikah resmi dan mengandung anak ?
Apakah saya sebagai perempuan yang bekerja di Kejaksaan harus kehilangan pekerjaan yang saya dapatkan dengan jerih payah melalui test hanya karena saya menikah, hamil dan melahirkan. Dengan sewenang-wenang diberhentikan begitu saja oleh Pimpinan Kejaksaan, padahal di aturan internal Kejaksaan tidak diatur hal demikian?
Editor : Edy Irawan
Artikel Terkait